Kamis, 01 Oktober 2009

patah Hati

Belum juga kutemukan arti cinta
Mungkinkah ini anti-tesisnya?
Dunia jingga kini kelabu
Kehangatan hanya menyisakan beku

Gawat, mayday-mayday, SOS...
Apa yang terjadi padaku? Tiba-tiba gelisah ngga jelas, terus di kompie terdengar lagu-lagu dari kelompok Century of Love vol.2. Apa aku lagi patah hati ya? Gila, ngga jelas gini. Lagian bisa-bisanya patah hati, suka sama siapa juga ngga tau. Apa gara-gara nonton film tentang pangeran dengan kuda coklat ya? Hua.. kayanya aku benar-benar harus menyeleksi jenis tontonan biar pikiran masih bisa kukontrol.

Aku abis baca bagian depan buku Virus Akalbudi(terjemahannya ga asyik, judul aslinya Virus of the Mind). Pengarangnya mantan orang Microsoft, Richard Brodie. Beberapa tahun lalu, aku udah pernah diceritaian mengenai memetika yang menghubungkan ilmu fisika, psikologi dan biologi, tapi baru sekarang aku nemu bukunya. Sering banget kejadian seperti itu, tertarik pada sesuatu beberapa tahunan silam, tapi baru nemu jawabannya setelah udah nyaris lupa dengan masalahnya.

Lalu apa hubungannya meme dengan patah hati? Hehe.. yang aku tangkep, meme itu sepeti bagian non-pyshic dari gen. Kalau di bio ada gen yang mempengaruhi bawaan seseorang seperti: warna rambut, mata, tinggi badan, penyakit, agresivitas dll, kalau dalam mind ada yang disebut dengan meme. Dalam buku itu, disarankan untuk memahami meme agar kita tahu, hal-hal yang kita lakukan, ngga sepenuhnya bisa dikendalikan oleh diri sendiri.

Nah, sekarang aku akan menganalisis diriku sendiri. Ada perasaan aneh yang ngga bisa kudefinisikan, dan berkaitan dengan seseorang. Menurut orang-orang yang kutanyai itu ada hubungannya dengan cinta. Karena aku ngga tahu, aku ikuti saja pendapat orang-orang, bahwa aku memang sedang bermasalah dengan yang namanya virus merah jambu itu. Menurut buku terbitan KPG itu, ketika aku sudah menerima pendapat orang-orang maka aku sudah terpengaruh meme dari orang lain. Biar jelas, aku culik aja definisi meme yang ada di buku Brodie: Meme merupakan unsur utama informasi di dalam akal budi yang keberadaannya mempengaruhi berbagai peristiwa sedemikian rupa sehingga tercipta lebih banyak salinan meme itu di dalam akalbudi orang lain.[Brodie, Virus Akal Budi, h.28]

Dari definisi itu, kondisiku memang belum tentu patah hati, karena itu hanya pendekatan orang-orang terhadap keadaan yang kuceritakan. Tapi masalahnya malah jadi lebih rumit, karena ketika aku bilang patah hati, artinya aku sudah main bahasa. Seperti ketika membangun sebuah basis dalam aljabar. Untuk menentukan anggota kelompoknya, masing-masing elemen diperiksa, apakah bebas linier dan membangun atau tidak. Kalau sudah memenuhi syarat, maka ia bisa menjadi anggota basis tertentu. Semuanya hanya masalah konsep yang dibangun. Dalam kasusku ada dua kemungkinan, terjadi galat akibat penafsiran seseorang akan ceritaku. Hal ini terjadi karena tiap orang memiliki latarbelakngnya masing-masing(dalam ilmu sosial, sulit untuk melakukan pengelompokkan karena sifat manusia sangat kompleks). Kemungkinan kedua, memang tak ada definisi baku mengenai patah hati. Dengan kata lain tak ada yang bisa memvalidasi, aku sedang patah hati atau ngga.

Menurut Whitehead, yang kata-katanya dikutip di bab pertama, “Tak ada kebenaran mutlak, yang ada hanyalah separo kebenaran.” Rumus-rumus atau apapun yang ada sekarang merupakan pendekatan akan kebenaran, alias konsep-konsep yang dibangun. Setahuku pendekatan ini kental setelah adanya fisika modern, yang banyak menawarkan konsep ketidakpastian, pengaruh pengamat, dll. Gara-gara ini, mungkin pendekatannya jadi rada positivis. Selama sebuah konsep/formula berguna dan cocok untuk mengerjakan beberapa penyelesaian, maka konsep itu akan terus digunakan.

Dengan pendekatan positivis, setiap permasalahan harus dianalisis agar bisa dipecahkan dengan konsep yang cocok. Seperti ketika menerapkan metode numerik tertentu dalam masalah optimasi. Numeriknya saja sudah merupakan pendekatan dari solusi eksak, apalagi kalau salah mengenali permasalahan, errornya bisa semakin besar. Tapi kalau dalam hal-hal non-eksak, apakah mengenali permasalahan membantu banyak ya?

Misalnya aku tahu aku tengah patah hati, trus apa? Apalagi tak ada yang bisa menjamin aku memang benar-benar dalam kondisi itu. Misalkan aku terima meme dari orang-orang yang ada disekelilingku bahwa aku patah hati, maka lambat laun aku akan percaya bahwa aku memang sedang patah hati. Kemudian karena aku sudah menerima patah hati sebagai keadaan yang menimpa diriku, meski belum tentu benar, selanjutnya aku juga akan menerima meme-meme dari orang lain yang menyangkut: betapa menyedihkannya orang yang patah hati dsb-dsb.

Kalau kupikir-pikir, lebih baik aku biarkan perasaan aneh itu di dalam hati. Malah semakin tidak dipikirkan lebih cepat perasaan itu hilang. Seperti penularan virus flu, untuk menghindar dari penyakit itu yang harus dilakukan adalah memperkuat kekebalan tubuh. Begitu juga dengan virus akalbudi, cara menghindarinya adalah dengan memperkuat keyakinan diri sendiri, dan tidak termakan omongan orang.

Apakah meme pasti jelek? Ngga juga sih, pendapat orang pasti ada bagusnya juga. Tapi untuk masalah-masalah perasaan, kayanya emang rada berbahaya. Lagian karakternya mirip api yang semakin dikipas-kipas(baca: makin banyak orang tau), bakal makin berkobar, jadi kayanya mending diem-diem aja. Sekarang aja aku tulis karena ngga punya objek lain. Terpaksa aku sendiri yang jadi kelincinya(sambil berdoa semoga si kelinci ngga kenapa-napa setelah melakukan analisis terhadap dirinya sendiri).

Catatan kecil:

* Wacana meme masih terbilang baru bagiku, jadi aku ngga yakin penafsiranku atas apa yang kubaca sudah tepat atau belum. Beberapa analogi yang mungkin membantu: komputer analog dengan manusia, hardware dengan gen, dan software dengan meme. Dari penjelasan yang diberikan oleh Plotkin(seorang psikolog): meme merupakan cerminan pengetahuan yang tersimpan di dalam akalbudi kita. Aku mengartikan kata-kata tersebut sebagai sebuah naluri dasar. Dalam psikologi, naluri itu dibagi menjadi empat: figthing, fleeing, feeding, finding a mate. Keempat naluri itu ada kaitannya dengan meme, tapi aku tidak yakin bagaimana...(masih harus banyak baca lagi).
* Sebagaimana virus pada manusia, maupun komputer, virus akalbudi pun tidak dapat dikendalikan. Hinggap pada inang, kemudian menggunakan alat-alat pada tubuh inangnya untuk menduplikasi sifat-sifat si virus sehingga sifat si virus akan terdapat pada keturunan inang.
* Mengenai perilaku manusia, 88% dipengaruhi kondisi bawah sadar. Jadi meski setengah mati nyangkal bahwa aku dalam kondisi baik-baik aja, aku ngga tahu alam bawah sadarku sependapat atau ngga.
* Aku lagi mencoba memrogram diriku agar menjadi rada ilmiah. Makanya lagi senang membaca teks-teks yang ditulis oleh orang sains. Apa yang aku baca di buku Brodie, mengingatkan aku pada website edge.org. Salah satu alasannya adalah karena sama-sama diilhami oleh pandangan evolusionis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar